Ringkasan Eksekutif
Pemenuhan hak penyandang disabilitas, termasuk partisipasi penuh dalam pembangunan, merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2019 tentang Perencanaan, Penyelenggaraan, dan Evaluasi terhadap Penghormatan, Perlindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas serta prinsip dasar Hak Asasi Manusia. Di Nusa Tenggara Timur, komitmen ini diperkuat melalui Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2022 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, Rencana Aksi Daerah melalui peraturan Gubernur Nomor 48 tahun 2024 tentang Rencana Aksi Daerah Penghormatan, Perlindungan dan. Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, Peraturan Gubernur Nomor 2 Tahun 2025 tentang penyelenggaraan Musrenbang Inklusif Kelompok Rentan (Musik Keren). Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) sendiri adalah forum penting dimana partisipasi penyandang disabilitas seharusnya memastikan aspirasi dan kebutuhan khusus penyandang disabilitas terintegrasi dalam perencanaan dan penganggaran daerah, menghasilkan pembangunan yang benar-benar inklusif, relevan dan layanan publik yang aksesibel bagi semua.
Meskipun kerangka hukum dan inisiatif seperti MUSIK KEREN telah ada, realitas di lapangan menunjukkan bahwa jaminan pemenuhan hak dan partisipasi bermakna bagi penyandang disabilitas dalam proses Musrenbang masih belum optimal. Berbagai hambatan seperti aksesibilitas fisik dan informasi, metode komunikasi yang belum inklusif, serta kurangnya pelibatan aktif dari Organisasi Penyandang Disabilitas menyebabkan partisipasi seringkali bersifat seremonial dan kebutuhan mereka terabaikan dalam RKPD dan APBD. Kondisi ini menghambat pencapaian pembangunan berkelanjutan yang tidak meninggalkan seorang pun. Oleh karena itu, melalui Policy Brief ini menawarkan rekomendasi strategis bagi pemerintah daerah untuk secara sistematis mengatasi hambatan tersebut, memastikan partisipasi bermakna, dan meningkatkan pemenuhan hak-hak dasar penyandang disabilitas melalui proses perencanaan pembangunan yang lebih inklusif.
Kata Kunci : Penyandang Disabilitas, Musrenbang, Partisipasi Bermakna
Pendahuluan
Pembangunan daerah pada hakikatnyabertujuan untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat secara adil dan merata. Prinsip pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan menekankan pentingnya keterlibatan aktif semua elemen masyarakat, tanpa terkecuali, termasuk penyandang disabilitas dan kelompok rentan lainnya. Penyandang disabilitas bukan hanya merupakan bagian integral dari masyarakat yang memiliki hak asasi yang setara, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, tetapi juga memiliki potensi dan kapasitas untuk berkontribusi secara signifikan terhadap kemajuan daerah. Keterlibatan mereka dalam proses pembangunan merupakan kunci untuk memastikan bahwa kebijakan dan program yang dihasilkan benar-benar responsif terhadap keberagaman kebutuhan dan aspirasi seluruh warga. Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), sebagai forum partisipatif utama dalam siklus perencanaan pembangunan di Indonesia dari tingkat desa/kelurahan hingga provinsi/nasional, memegang peranan strategis dalam mewujudkan inklusivitas tersebut. Idealnya, Musrenbang menjadi wadah di mana suara dan prioritas penyandang disabilitas didengar, dipertimbangkan, dan diintegrasikan ke dalam dokumen perencanaan (seperti RKPD) dan penganggaran (APBD). Keterlibatan aktif mereka memastikan bahwa layanan publik mulai dari kesehatan, pendidikan, hingga infrastruktur dirancang dan diimplementasikan secara aksesibel dan nondiskriminatif. Meskipun kesadaran akan pentingnya Gender Equality, Disability, and Social Inclusion (GEDSI) semakin meningkat, dan didukung oleh kerangka regulasi daerah seperti PERDA No. 6 Tahun 2022 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, Pergub No. 48 Tahun 2024 tentang Rencana Aksi Daerah Penghormatan, Perlindungan dan. Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas, serta inisiatif seperti MUSIK KEREN (Pergub No. 2 Tahun 2025) di Nusa Tenggara Timur, realitas di lapangan masih menunjukkan tantangan besar. Akan tetapi, kenyataan di lapangan membuktikan bahwa partisipasi bermakna penyandang disabilitas dalam Musrenbang masih terkendala oleh sejumlah hambatan. Secara eksternal, tantangan meliputi aksesibilitas fisik lokasi, minimnya informasi dalam format yang mudah diakses oleh penyandang disabilitas Netra seperti Braille dan audio serta penerjemah bahasa isyarat bagi penyandang disabilitas Tuli, serta kurangnya pemahaman dan pelibatan proaktif penyelenggara terhadap isu disabilitas dan Organisasi penyandang disabilitas. Secara internal, hambatan juga datang dari penyandang disabilitas itu sendiri, seperti rasa kurang percaya diri, kekhawatiran salahbicara, kendala jarak dan transportasi, kurangnya dukungan keluarga, hingga bingung atau takut mengenai apa yang perlu disampaikan, yang kadang membuat penyandang disabilitas lebih fokus pada keinginan pribadi daripada kebutuhan prioritas yang terstruktur. Kondisi ini berisiko melanggengkan eksklusi dan menyebabkan kebutuhan prioritas penyandang disabilitas terabaikan, menghambat tercapainya tujuan pembangunan yang tidak meninggalkan seorang pun (leaving no one behind).
Ketidakikutsertaan penyandang disabilitas dalam forum Musyawarah Musrenbang Daerah membawa konsekuensi serius dan menghambat terwujudnya pembangunan yang benar-benar inklusif. Dampak utamanya meliputi: Tanpa keterlibatan penyandang disabilitas dalam penyusunan RKPD/RPJMD dan Musrenbang, perencanaan pembangunan berisiko gagal memenuhi kebutuhan penyandang disabilitas, menghasilkan program dan infrastruktur tak aksesibel, serta mengabaikan prioritas anggaran untuk hak dan pemberdayaan. Pengabaian partisipasi ini melanggar hak konstitusional, menyia-nyiakan potensi solusi, serta tetap termarjinalkan dan diskriminasi, sehingga menghambat tercapainya pembangunan inklusif yang tidak meninggalkan seorang pun.
Deskripsi Masalah
Partisipasi penyandang disabilitas dalam pembangunan daerah, khususnya melalui forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), merupakan mandat krusial untuk mewujudkan pembangunan inklusif. Meskipun terdapat populasi penyandang disabilitas yang signifikan di NTT, mencapai 40.282 jiwa (BPS, 2024) yang tersebar di seluruh kabupaten/kota, terdapat kesenjangan nyata antara mandat hukum dan implementasi di lapangan. Fakta menunjukkan bahwa mayoritas dari jumlah tersebut belum dapat berpartisipasi secara efektif dan bermakna dalam proses Musrenbang, sehingga suara dan aspirasi mereka belum terwakili secara memadai.
Gambar 1: Data Penyandang Disabilitas di Provinsi NTT Tahun 2025

Sumber Data: BPS Provinsi NTT, 2025
22 Kabupaten/Kota yang ada di provinsi NTT, Masih menghadapi tantangan dalam meningkatkan partisipasi penyandang disabilitas dalam Musrenbang Daerah. Meskipun pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan aksesibilitas, namun partisipasi penyandang disabilitas dalam musrenbang daerah masih rendah. Hal ini disebabkan oleh beberapa masalah, yaitu :
- Masih banyak kabupaten/kota yang belum memiliki Peraturan Kepala Daerah tentang Perlindungan dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas. Namun dari 22 kabupaten/Kota ini ada beberapa kabupaten/Kota sudah memiliki Peraturan penyandang Disabilitas seperti Kota Kupang, kabupaten Timor Tengah Selatan, Kabupaten Belu, kabupaten Flores Timur dan Kabupaten Manggarai Barat.
- Mayoritas penyandang disabilitas di 22 Kabupaten/Kota di Provinsi NTT belum dapat berpartisipasi secara efektif dan bermakna dalam Musrenbang mulai dari Desa sampai Kabupaten, sehingga aspirasi mereka kurang terwakili.
- Rendahnya partisipasi disebabkan oleh hambatan berlapis: kurangnya aksesibilitas fisik dan informasi, metode komunikasi yang belum inklusif, serta faktor internal seperti kurang percaya diri dan minim dukungan dari keluarga.
- Kebutuhan dan prioritas penyandang disabilitas berisiko tinggi terabaikan dalam dokumen perencanaan (RKPD) dan penganggaran (APBD), pengucilan bagi penyandang disabilitas dan menghambat pembangunan inklusif. Contoh spesifik: Kabupaten Kupang belum memiliki organisasi penyandang disabilitas (DPO), menyulitkan masuknya kebutuhan penyandang disabilitas ke dalam RPJMD 2019-2024 sebelumnya.
- Jika kebutuhan dimasukkan, fokus cenderung pada bantuan sosial untuk disabilitas berat dan terdata di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dan alat bantu seperti kursi roda, Tongkat dan Alat bantu dengar yang terkadang tidak sesuai kebutuhan spesifik.
- Upaya pemberdayaan bagi penyandang disabilitas belum optimal dilakukan di 22 Kabupaten/Kota, hal ini disebabkan oleh terbatasnya data penyandang disabilitas dan kesulitan memetakan kebutuhan berdasarkan data terpilah dan ragam disabilitas.
- Data terpilah penyandang disabilitas masih belum akurat dan spesifik, terutama di tingkat desa, di mana data tersebut belum ada data atau sulit diakses dan data tersebut belum dimanfaatkan atau digunakan dalam perencanaan pembangunan
Kebijakan yang disasar
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas
- Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2019 tentang Perencanaan, Penyelenggaraan, dan Evaluasi terhadap Penghormatan, Perlindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas
- Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2022 Tentang Pemberdayaan Dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas
- Peraturan Gubernur Nomor 48 Tahun 2024 Tentang Rencana Aksi Daerah Penghormatan, Perlindungan Dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2024-2026.
- Peraturan Gubernur Nomor 2 Tahun 2025 Tentang Penyelenggaraan Musrenbang Inklusif Kelompok Rentan (MUSIK KEREN).
Rekomendasi kebijakan
- Pemerintah kabupaten perlu didorong menerbitkan Peraturan Bupati tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas. Regulasi ini penting sebagai wujud komitmen, dasar hukum implementasi lokal, sekaligus sebagai turunan pelaksana Peraturan Gubernur No. 2 Tahun 2025 Tentang Penyelenggaraan Musrenbang Inklusif Kelompok Rentan (MUSIK KEREN) untuk memastikan keselarasan kebijakan.
- Meningkatkan kualitas dan partisipasi dengan melibatkan penyandang disabilitas dalam setiap tahapan perencanaan, implementasi dan evaluasi kebijakan pembangunan daerah termasuk musrenbang dan forum pengambilan keputusan mulai dari level desa sampai provinsi
- Penguatan kolaborasi dan sinergi dengan membangun kemitraan yang kuat antara pemerintah daerah, organisasi penyandang disabilitas, lembaga swadaya masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya.
- Mengimplementasikan Peraturan Gubernur No. 2 Tahun 2025 secara mengikat bagi seluruh tingkatan Musrenbang agar wajib menggunakan lokasi fisik yang aksesibel dan menyediakan informasi/komunikasi dalam format beragam (braille, audio, JBI, dll).
- Meningkatkan akuntabilitas Penyelenggara dan Peran Sentral Organisasi penyandang disabilitas dalam MUSIK KEREN
- Mengoptimalkan Monitoring dan Evaluasi RAD (Pergub Nomor 48 Tahun 2024) Terkait Partisipasi berupa Data Terpilah sebagai Basis Evaluasi dan Audit Implementasi MUSIK KEREN
Referensi
- Badan Pusat Statistik Provinsi NTT, Banyaknya Desa Menurut Keberadaan Disabilitas,20182024,https://ntt.bps.go.id/id/statisticstable/2/NzMxIzI=/the-type-of-disablility.html, Terakhir Diperbarui : 22 Januari 2025
- Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas
- Peraturan Gubernur Nomor 2 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Musrenbang Inklusif Kelompok Rentan (MUSIK KEREN).
- Profil Penyandang Disabilitas Provinsi NTT Tahun 2021, https://batukarinfo.com/system/files/Profil%20Penyandang%20DIsabilitas%20NTT.pdf
- Rencana Aksi Daerah penyandang Disabilitas Provinsi NTT,

Elmi Ismau
The amount of effort you put into providing evidence and examples is commendable. It makes your content trustworthy and enjoyable to read.