Belajar bersama Teman-teman Komunitas untuk Menjadi Konselor

Penulis bersama fasilitator dan peserta kegiatan 25-25 Januari 2022.

Mendapat kesempatan untuk mengikuti Pelatihan Teknik Konseling bagi Anggota Komunitas merupakan suatu kesempatan untuk belajar ilmu baru. Saya bertemu teman-teman baru yang mengikuti pelatihan ini, ada teman-teman dari Independent Men of Flobamora (IMoF), pendamping ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS), dua orang teman dari Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), teman-teman dari forum Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) remaja dan juga teman-teman mahasiswa dan dosen dari jurusan Psikologi Universitas Nusa Cendana Kupang.

Hari  pertama kegiatan dibuka oleh Ketua Pengurus Daerah PKBI NTT yaitu Prof. Dr. I Gusti B. Arjana, M.S, dan diikuti dengan sesi perkenalan dan dinamika kelompok. Peserta memperkenalkan diri dan komunitas atau organisasi yang diwakili. Sesi pertama yaitu identifikasi permasalahan pada komunitas. Pada sesi ini peserta diajak untuk mengidentifikasi dan mempresentasikan tantangan pada komunitasnya dan bersama-sama mencari solusinya. Melalui sesi ini penulis mampu mengenali tantangan yang dihadapi teman oleh komunitas lain dan alternatifnya. Sehingga, penulis berharap akan mampu mengatasi tantangan tersebut bila mana tantangan itu muncul dalam komunitas yang penulis dampingi.

Pada hari kedua pelatihan, fasilitator mengajak kami me-reviewmateri hari pertama sebelum melanjutkan ke sesi materi konseling teman sebaya dengan metode pelatihan role-play. Peserta dikelompokan bertiga-tiga dengan tiap anggota kelompok mendapatkan perannya masing-masing. Peran konseloruntuk mendengarkan narasi dan memberi solusi kepada klien,observerbertugas melakukan pengamatan terhadap tindakan dan sikap konselor dan kliennya dalam menjalankan proses konseling, dan yang terakhir adalah peran klien. 

 Mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi langsung dengan teman-teman IMOF selama dua hari adalah pengalaman yang menyenangkan. Dari mereka saya mengetahui sisi lain kehidupan di tengah lingkungan masyarakat, masyarakat yang penuh dengan stigma, yang mengusik mereka. Untungnya mereka masih tetap semangat walau harus hidup berdampingan dengan stigma-stigma itu. Mereka untuk terus berkarya dan berkontribusi positif kepada komunitas mereka dan keluarga. 

Akhirnya lewat pelatihan ini kami mampu memahami langkah-langkah sederhana untuk  menjadi konselor dalam komunitas kami, dan mendapatkan motivasi untuk tetap berkarya dan berkontribusi kepada komunitas kami, walaupun ada banyak tantangan.

Agnes

1 Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *